A.
Profil Pondok Pesantren
- Nama
Pesantren :
MAMBAUS SHOLIHIN
- Alamat :
Jl. KH. Syafi’i no. 7 Suci Manyar Gresik
- No tlp :
(031) 3954479 – 3958275 - 081332000266
- Tahun
Pendirian : 1980
- Pendiri : KH.
ABDULLAH FAQIH
- Pengasuh : KH.
MASBUHIN FAQIH
- Metode
yang digunakan : Kombinasi
- System
pendidikan : Salafi
Modern
- Jumlah
Santri
: 2070 Jiwa
- Waktu
Pembelajaran
: 03.00 s/d 23.00 WIB
- Sumber Dana
: Mandiri
B.
Letak Geografis
Mambaus Sholihin adalah sebuah institusi yang
terletak di kawasan pegunungan Suci,
bersuhu udara cukup hangat, ± 25 °C. Kawasan ini berada kurang lebih 3 Km dari
terminal Bunder (jalur utama Surabaya-Jakarta). Dan 2 Km dari Pertigaan Desa
Tenger Sukomulyo yang terletak di jalur pantura ini termasuk kawasan yang cukup makmur ekonominya. Dengan sumber
daya alamnya serta pasokan air yang
melimpah ruah, (konon merupakan sumber mata air yang muncul pada saat Kanjeng
Sunan Giri hendak berwudhu), merupakan aset yang sangat berharga bagi
masyarakat sekitar dan juga bagi Pesantren.
Mambaus Sholihin berdiri di areal perkebunan
cukup luas, yang dipisahkan oleh ruas jalan utama Bunder-Tenger menjadi dua
bagian, untuk kompleks Putra di sebelah barat jalan, dan untuk kompleks Putri
di sebelah timur jalan, pemisahan ini menjadikan situsasi yang kondusif dan
memudahkan pengaturan antara santri Putra dan Putri.
Mengingat letaknya yang strategis (tepat
disebelah jalan utama) dan mudah dijangkau dari berbagai penjuru, menjadikan
Mamba'us Sholihin adalah sebuah institusi yang tergolong cepat perkembangannya
.
C.
Sejarah Pendirian Pondok Pesantren.
Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin dirintis
oleh ayahanda KH. Masbuhin Faqih, yaitu Al Maghfurlah Al Mukarrom KH. Abdullah
Faqih Suci sekitar tahun 1969 yang pada mulanya
berupa surau kecil untuk mengaji AI-Qur’an dan Kitab Kuning di
lingkungan desa Suci dan
sekitarnya.
Pada tahun 1976 Al Mukarram KH. Masbuhin Faqih
(putra pertama KH. Abdullah Faqih Suci)
yang baru mendapatkan restu dari Al Mukkarrom KH. Abdullah Faqih
Langitan untuk berjuang di tengah masyarakat, namun beliau masih
mempertimbangkan kembali untuk mendirikan sebuah Pesantren, meskipun pada saat
itu semangat beliau untuk mendirikan Pesantren sangat besar. Hal ini didasari
oleh perasaan khawatir beliau akan timbulnya nafsu " حب التلاميذ ", karena
mendirikan pondok harus benar-benar didasari oleh ketulusan hati untuk
Nasrul Ilmi (untuk menegakkan Agama Allah), bukan atas dorongan nafsu, apalagi
punya keinginan mendapatkan santri yang banyak.
Berkat dorongan dari guru-guru beliau yaitu
KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Abdul Hamid Pasuruan,
KH. Usman Al-Ishaqi, serta keinginan luhur beliau untuk Nasrul Ilmi, maka
didirikanlah sebuah pesantren yang kelak bernama Mamba'us Sholihin. Adapun dana
pertama kali yang digunakan untuk membangun pondok adalah pemberian guru
beliau, KH. Abdullah Faqih Langitan. Pada saat pendirian
Pesantren, KH. Masbuhin Faqih masih menimba serta mendalami ilmu di Pondok
Pesantren Langitan.
Sebelum Pesantren Mamba'us Sholihin didirikan,
Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Langitan sempat mengunjungi lokasi yang akan
digunakan untuk membangun Pesantren. Setelah beliau mengelilingi tanah
tersebut, beliau berkata kepada KH. Masbuhin Faqih, “Yo wis tanah iki pancen
cocok kanggo pondok, mulo ndang cepet bangunen”.("Ya sudah, tanah ini
memang cocok untuk dibangun pondok pesantren, maka dari itu cepat
bangunlah"). Tidak lama kemudian beberapa Masyayikh dan Habaib juga
berkunjung ke lokasi tersebut,. Diantara Habaib dan Masyayikh yang hadir yaitu
KH. Abdul Hamid (Pasuruan), KH. Usman Al-Ishaqi (Surabaya), KH. Dimyati Rois
(Kaliwungu), Habib Al Idrus dan Habib Macan dari Pasuruan..
Pada tahun 1402 H atau tepatnya pada tahun
1983 M, barulah dilakukan pembangunan Musholla Pondok Pesantren Mambaus
Sholihin (sekarang merupakan Pondok Barat). Saat itu KH. Masbuhin Faqih sedang
menunaikan lbadah haji yang pertama. Adapun yang menjadi modal awal pembangunan
ini berasal dari materi yang dititipkan kepada adik kandung beliau (KH.
Asfihani Faqih) yang nyantri di Pondok Pesantren Romo KH. Abdul Hamid Pasunuan.
Pada saat itu KH. Asfihani Faqih turun dari
tangga sehabis mengajar, tiba tiba ada seseorang yang tidak dikenal memberikan
sekantong uang, kemudian beliau pergi dan menghilang. Pada pagi harinya KH.
Asfihani di panggil oleh KH. Abdul Hamid Pasuruan, beliau berkata “Asfihani
saya ini pernah berjanji untuk rnenyumbang pembangunan rumah santri (jama’ah)
tapi hari ini saya tidak punya uang, Yai silihono dhuwit opo'o nak !”.
kemudian KH. Asfihani menjawab "saya tadi malam habis mengajar di beri
orang sekantong uang, dan saya tidak kenal orang tersebut”. KH.
Abdul Hamid berkata “ Endi saiki dhuwite ndang ayo di itung”. Lalu KH. Asfihani
mengambil uang tersebut dan dihitung sebanyak Rp. 750.000,-. Yang pada akhirnya
KH. Abdul Hamid Pasuruan memberi isyarat, bahwa yang memberikan uang tersebut
adalah Nabiyullah Khaidir AS (Abul Abbas Balya bin Malkan), kemudian KH. Abdul
Hamid Pasuruan berkata pada KH. Asfihani “Nak, saiki muliyo. Dhuwit iki
ke’no abahmu kongkon bangun Musholla”.
Suatu kisah yang tak kalah menarik, adalah
saat Pondok induk dalam taraf penyelesaian pembangunan, Hadrotus Syaikh KH
Abdul Hamid Pasuruan datang dan memberi sebuah lampu Neon 40 Watt 220 Volt
untuk penerangan Pondok Pesantren Mamba’us Sholihin. Padahal saat itu listrik
belum masuk desa Suci. Mengingat yang memberi termasuk kekasih Allah, maka
Pengasuh Pesantren yakin bahwasannya ini merupakan sebuah isyarat akan hadirnya
sesuatu. Dan ternyata tidak berselang lama, tepatnya pada tahun 1976, masuklah aliran listrik ke
desa Suci, dan rupanya Neon ini merupakan isyarah akan tujuan pondok
pesantren Mambaus Sholihin.
Pada pembangunan Tahap selanjutnya, KH. Agus
Ali Masyhuri (Tulangan Sidoarjo) membeli sepetak tanah yang baru diberinya dari
salah seorang anggota Darul Hadits, yang kemudian tanah yang terletak
disebelah Masjid Jami' Suci "Roudhotus Salam" itu menjadi bakal dari
Pesantren Putra Mamba'us Sholihin.
D. Asal Mula Nama Pondok Pesantren Mambaus
Sholihin
Asal
mula pondok ini diberi nama “At-Thohiriyah”. Mungkin oleh Pendiri dan
Pengasuh di sesuaikan dengan nama desa tempat Pondok Pesantren ini didirikan,
yaitu desa Suci.. Sedang nama Madrasah saat itu adalah Roudhotut Tholibin. Ini
disesuaikan dengan nama masjid Desa Suci "Roudhotus Salam”.
Karena nama mempunyai makna yang penting, maka
untuk memberi nama perlu perhatian dan pemikiran yang khusus, serta pemikiran
nurani yang jernih dan membutuhkan petuah dari sesepuh yang benar-benar
makrifat pada Allah.
Suatu saat K.H Abdullah Faqih sowan pada guru
Mursyid beliau untuk memohonkan nama yang cocok untuk Pesantren yang telah berdiri, oleh Al Alim Al
Allaamah Al-‘Arif Billah Hadrotus Syaikh K.H Ustman Al-Ishaqi diberi nama
“Mamba'us Sholihin“ (yang bermakna sumber orang-orang Sholeh). " Nama
ini dimudlofkan pada isim fa’il, Insya Allah kelak santri
yang mondok di Pesantren ini akan menjadi anak yang sholeh meski kurang pandai", begitulah fatwa beliau.
E. Visi dan Misi
a. Mempersiapkan kader Muslim yang Intelektual dan Intelektual yang Muslim
b. Melestarikan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama'ah demi berlangsungnya kehidupan
religi yang moderat dalam Negara
Republik Indonesia.
c. Mencetak generasi Islam yang berpegang teguh pada ajaran Al-Qur'an dan
Al-Hadist, kritis dan profesional dalam segala bidang.
d.
F. Biografi Pengasuh
KH. Masbuhin Faqih adalah pengasuh
pondok pesantren Mamba’us Sholihin, beliau di lahirkan di desa Suci kec. Manyar
Kab. Gresik pada tanggal 31 Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah.
Beliau lahir dari pasangan kekasih Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih dan HJ.
Tswaibah. Dari pasangan kekasih tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan
2 orang putri, KH. Masbuhin Faqih merupakan anak pertama (yang paling tua).
Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri.
Kalau diruntut, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri
Syeikh Maulana Ishaq. Dengan runtutan seagai berikut:
1.
Syeikh Ainul Yaqin (Sunan Giri) 10.
KH. Muhammad Thoyyib
2.
Sunan Dalem 11.
KH. Abdullah Faqih
3.
Sunan Prapen 12.
KH. Masbuhin Faqih
4.
Kawis Goa
5.
Pangeran Giri
6.
Gusti Mukmin
7.
Amirus Sholih
8.
Abdul Hamid
9.
Embah Taqrib
Dengan silsilah yang begitu agung
tersbut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau terdapat ruh dan jiwa seorang
ulama yang tangguh dan berjuang tanpa batas waktu seperti embah buyutnya
dahulu. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri: “Bapaknya Singa maka anak-anaknya
pun singa”.
Pendidikan beliau sejak kecil di
lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai Mts. Setelah Tsanawiyah
beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren Darussalam Ponorogo,
Jawa Timur, disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah
lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau
nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul
Hadi dan KH. Abdullah Faqih. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning,
mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan
ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana.
Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat
dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun.
Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri,
melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi
khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam
menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok,
tapi nyambio ngabdi nang pondok iku”. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran,
beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan
barakah.
Ditengah-tengah menimba ilmu di
Langitan, tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH.
Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah
masayrakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Faqih langitan sudah yakin
bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmuya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat.
Waktu demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat.
Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih disuruh untuk membuat pesantren oleh
beberapa guru beliau agar proses berda’wah tersebut lancar. Bersama-sama dengan
Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP.
At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci.
KH. Masbuhin pada waktu itu masih
pulang pergi dari langitan ke -Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba
ilmu di langitan belum sempurna kalau tidak dengan waktu yang lama. Inilah
salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam.
Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu untuk meninggalkan pondok
pesantren Langitan. Dengan itulah beliau sekarang harus berkonsentrasi dalam
msngurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga
PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mamba’us Sholihin, keadaan ini sesuai
dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai
arti dan harapan yang penting.
Perjungan KH. Masbuhin dalam
memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok
dilakukan, mulai dari komplek sampai sekolahannya. Dengan relokasi yang cukup
banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan dari Mamba’us Sholihin) lebih maju
baik itu gedungnya maupun kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
Tepat pada tahun 1997 M, suasana
duka menyelimuti pondok pesantren dan masayrakat desa Suci. Abah beliau
meninggal dunia pada umur 77 tahun. sosok suri tauladan dan landasan perjuanagn
beliau sudah tidak ada. Dengan keadaan itulah beliau harus membawa MBS
menggantikan abahnya.
Dengan kegigihan dan perjuangan
keras dalam berda’wah menyebarkan agama Islam, KH. Masbuhin menjadi ulama’ yang
terkenal, tidak di Indonesia saja tapi samapi ke luar negeri khususnya di
negeri Hadaramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan mengagungkan para
dzuriyyah rasulullah SAW. Hal inilah yang menjadikan beliau terkenal di negara
tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib dari yaman yang datang
ke Indonesia maka beliau meminta agar bisa menyempatkan mampir ke pondok
Mamba’us Sholihin walaupun sebentar.
Dalam mengarungi bahtera kehidupan,
beliau didampingi seorang isteri yang ta’at dan setia sehidup semati, nama
beliau Nyai Hj. Mas’aini. Kehidupan syaikh dan isterinya mempunyai sejarah yang
luar biasa, dua pasangan kekasih ini walaupun sudah menikah dan mempunyai
putra beliau tetap saja nyantri di pondok Langitan. Dari pernikahan ini
beliau dikaruniai oleh Allah SWT 12 anak, 9 putra dan 3 putri.
Semoga Allah memberikan rahmat,
nikmat, keselamatan dan umur panjang terhadap beliau semua dalam kehidupan
dunia dan akhirat,
serta Mambaus Sholihin selalu jaya
barokah dan manfaat ila yaumil miad. Amin………..
G. Sistem Pendidikan
Mamba'us Sholihin yang mengadopsi perpaduan
sistem Salaf-Modern ini mengusung berbagai
format & materi dalam sistem pengajarannya. Hal ini tak lepas dari
pada Background Pengasuh Pesantren Al Mukarrom KH Masbuhin Faqih, yang
merupakan alumni Pondok modern Gontor dan Pondok Pesantren Langitan. Dengan
semangat "المحا فظة علىالقديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح " yaitu ”melestarikan
kebaikan masa klasik, dan mengadopsi
hal-hal baru yang lebih baik”, menjadikan Mamba'us Sholihin sebagai Pesantren yang cukup lengkap
kurikulum pendidikannya, baik yang berupa pendidikan formal maupun non formal.
Kurikulum yang dikembangkan di Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin merupakan
perpaduan antara tiga Pondok Pesantren yang menjadi kiblat aktivitas keseharian
di Mamba'us Sholihin, ketiga Pesantren tersebut antara lain ;
1.
Pondok Modern Gontor. Merupakan kiblat
Mamba'us Sholihin dalam hal Penguasaaan Bahasa Arab dan Inggris sebagai
bahasa sehari-hari. Mamba'us Sholihin juga mengadopsi sistem keorganisasian
sosial kemasyarakatan sebagaimana yang diterapkan di Pondok Modern Gontor.
2.
Pondok
Pesantren Langitan. sebagai kiblat
Mamba'us Sholihin dalam hal kurikulum Salafiyahnya.
3.
Dalam Hal Ubudiyahnya, Mamba'us Sholihin
berkiblat ke Pondok Pesantren Roudhotul Muta'allimin Sawahpolo Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar